Rabu, 16 Maret 2011

Tanya Jawab Masalah Kontemporer, bagian kedua





Pertanyaan-pertanyaan berikut dijawab oleh Al Ustaadz Abuu Muhammad Dzulqarnain hafizhahullaah
Ditranskrip dari Daurah Jakarta, 13 Muharram 1430 H/10 Januari 2009, oleh Ummu Hafizhah Assalafiyyah


5. Apa kitab-kitab yang paling utama dipelajari bagi orang-orang yang baru mulai kembali kepada agama dan sunnah?
Yang pertama, bagi orang-orang yang taubat dan kembali kepada sunnah Rasuulullaah shallaallaahu ‘alaihi wasallam hendaknya mempelajari buku-buku yang merupakan ushulul i’tiqad (pokok-pokok keyakinan) yang disepakati dari kalangan para shahabat sampai para ‘ulamaa di zaman ini. Pokok-pokok keyakinan ini membenarkan agama kita. Seperti mempelajari kitaab Syarhu Sunnah karya Imaam Albarbahariyy rahimahullaah, atau Ushulussunnah karya Imaam Ahmad rahimahullaah, atau Ushulussunnah karya Imaam Ibnu Abii Haatim rahimahullaah, kemudian Syarh Ushul I’tiqad Ahlissunnah waljamaa’ah karya Imaam Al Lalika’i rahimahullaah…dan lain-lain dari buku-buku pokok. Supaya dia punya pondasi yang kokoh. Jangan mengaku dirinya di atas manhaj Salaf, tapi dia tidak mengerti ushul manhaj Salafiyy. Sehingga akhirnya, dia melakukan perbuatan-perbuatan orang Khawaarij, atau perbuatan-perbuatan orang Ikhwaanul Muslimiin, sedangkan dia sangka dirinya di atas manhaj Salaf. Karena itu, butuh pokok atau dasar untuk mengetahui bagaimana syari’at Islaam ini.
Kemudian yang kedua, hendaknya banyak kembali kepada para ‘ulamaa dan kembali kepada orang-orang yang berilmu. Sebab kalau ingin mempelajarinya sendiri—kalau baru mengenal manhaj Salaf—apalagi saat ini penuh dengan fitnah, apalagi kalau tidak tau baca bahasa ‘Arab, kebanyakan buku yang dia baca, padahal buku-buku tersebut adalah buku-buku yang harus disaring lagi dengan saringan yang harusnya kuman pun ikut tersaring di sini. Tapi kenyataan yang ada sekarang, banyak kitaab yang beredar dan—Allaahul Musta’aan—sangat disesalkan, justru malah merusak generasi muda.


6.      Ada seorang ahli operasi dengan menggunakan cutter yang sedang naik daun (tidak tahu siapa namanya). Dia mampu mengobati pasien hanya dengan sebuah cutter tanpa bius, dan tanpa rasa sakit, dan bukan…yang sembuh, tapi bekas setelah diperban kurang lebih lima menit. Dia menerima pasien tanpa batasan agama. Dan kegiatan dia yaitu memeriksa pasien melalui batu alam, sehingga seakan-akan mengetahui sesuatu yang ghaib. Apakah tetap tidak boleh seorang muslim berobat kepadanya? Tapi…muslim tersebut memberi tahu jenis penyakitnya dan tidak perlu dibaca lagi melalui batu alam.
Ini seperti sihir. Yang punya profesi seperti ini bukan hanya yang disebut namanya ini saja. Sekarang banyak dukun-dukun punya itu. Datang ke sana, dikeluarkan…dari punggungnya. Itu sihir…Bagaimana caranya dia hanya pakai cutter untuk merobek, namun tidak ada rasa sakit, dan bekas lukanya langsung hilang? Apa yang digunakannya kalau bukan sihir??
Kemudian sisi yang kedua, penyakitnya pun—saya yakin—dia tidak meramal penyakit orang itu. Dia hanya menipu, sekedar kemampuan untuk menipu saja. Sebagaimana kebanyakan orang datang, lalu dia (orang yang ditanyakan –pent) mengatakan, “Wahai fulan, kamu sakit ini. Kamu kanker.” Kemudian dikeluarkanlah kankernya, maka keluarlah. Kalau dia melihat semua hal-hal yang tidak baik, dia pun berkata, “Wah, alhamdulillaah…. Keluar semua!” Tapi ternyata penyakitnya masih gitu juga (masih seperti semula –pent).
Karena itu, harus tau, khususnya di zaman ini yang paranormal dan dukun semakin banyak berkeliaran. Sebab kebanyakan ‘ummat Islaam tidak tahu apa hukumnnya pergi ke dukun. Mereka tidak tahu bahwa Nabii shallaallaahu ‘alaihi wasallam bersabda sebagaimana dalam riwayat Imaam Muslim rahimahullaah, “Siapa yang datang kepada dukun, kemudian dia menanyakan tentang sesuatu kepadanya, maka tidak akan diterima shalatnya empat puluh malam.” Dan mereka juga tidak tahu bahwa Nabii shallaallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang datang kepada dukun, lalu dia menanyakan sesuatu dan dia benarkan, maka dia telah kaafir terhadap apa yang diturunkan kepadaku.” Mereka juga tidak tahu tentang bahayanya para dukun yang mereka itu hanya menggunakan makhluk-makhluk halus; jin, atau yang semisal dengannya. Seakan-akan digambarkan telah beroperasi…tapi ternyata tertipu.
Sebenarnya tidak ada operasi dan tidak ada yang dilihat. Sebagaimana yang digambarkan kepada Nabii Muusaa ‘alaihissalaam berhadapan dengan tali-tali tukang sihir, maka tali-tali mereka digambarkan bagaikan ular, dan Nabii Muusaa pun melihatnya seakan-akan ular. Namun Allaah Ta’aalaa mewahyukan kepada Nabii Muusaa ‘alaihissalaam untuk melemparkan tongkat beliau, sehingga dimakanlah seluruh tali-tali itu yang kelihatannya sebagai ular. Tukang sihir yang melihat ular sungguhan sadar bahwa ini adalah mu’jizat, sebab mereka tidak mampu berbuat seperti itu. Mereka hanya bisa menyihir. Karena itu, harus dipahami tentang hal ini. Dan saya kira di pelajaran-pelajaran kita ini (kebanyakan haraqah) dipandangi tentang tauhiid, memberantas kesyirikan. Banyak sekali (telah) kita uraikan tentang praktek-praktek dukun yang seperti itu.


7.      Apakah pada pemilu seorang muslim itu boleh berkecimbung dalam politik, atau misalnya masuk dalam partai politik (parpol –pent)?
Masuk dalam parpol adalah perkara yang diharamkan dalam agama, sebab masuk ke dalam parpol itu artinya memecah belah agama dan masuk ke dalam suatu bentuk hizbiyyah. Dan daliil-daliil yang tadi saya ucapkan semuanya menunjukan tentang haramnya. Kita juga mempunyai satu ceramah khusus yang berisi tentang puluhan daliil yang menerangkan tentang haramnya berpartai. Karena itu, TIDAK BOLEH masuk parpol.
Kemudian, apa manfaatnya masuk parpol? Hanya mengangkat partainya. Setelah itu, apa yang bisa dia perjuangkan untuk ‘ummat Islaam? Anggaplah sebagian orang mengatakan, “Saya tahu bahwa parpol itu tidak boleh, dan saya tahu bahwa masuk parlemen itu adalah suatu perkara yang tidak boleh, karena di situ berhukum dengan hukum thaghut.”
Sebagian orang seperti orang-orang IM (Ikhwaanul Muslimiin), HT (Hizbut Tahriir), dan lain-lain tahu akan hal itu. Lalu ditanya, “Loh, kenapa kalian ikut (partai –pent) kalau begitu?” Maka mereka menjawab,  “Kami hanya menggunakan ‘Akhaf…akhafudhdhararain’.” Sampai Wahdah Islaamiyyah juga begitu. Ketika saya tanya, “Kenapa ikut seperti itu?” Dia mulai cari daliilnya sana-sini. Saya berkata, “Tidak perlu cari-cari.” Maka saya ingatkan qaidah itu (Akhaf…akhafudhdhararain). Mereka mengatakan seperti ini, “Kalau kita tidak masuk partai, maka ‘ummat Islaam yang akan rugi. Kita masuk partai memang suatu kesalahan, tapi daripada rugi, kosong, tidak ada orang kaafir di situ, maka kita ambil yang paling ringan bencananya saja, atau paling ringan dosanya. Nah, itu namanya ‘Akhaf…akhafudhdhararain’ itu yang dibolehkan,” kata mereka.
Saya berkata, “Itu tidak dibolehkan. Para ‘ulamaa Ushul Fiqh membolehkan hal tersebut dengan tiga syarat (…dan lain-lain menyebutkan):
*      Syarat yang pertama: hendaknya mashlahat yang akan dicapai adalah mashlahat haqiqiyyah (pasti didapat), bukan wahdiyyah (mungkin didapat, dan mungkin juga tidak).
Sekarang yang ada, adalah mungkin didapat dan mungkin juga tidak, dan kemungkinan didapatnya itu sangat sedikit (kecil –pent). Hanya sekedar cuma-cuma, atau untung-untungan saja. Jadi, saat ini tidak terpenuhi syarat yang pertama.
*      Syarat yang kedua: hendaknya mafsadah yang dikerjakannya itu lebih ringan daripada mashlahat yang didapat.
Namun ternyata, mafsadahnya lebih besar sebagaimana yang kita saksikan saat ini. Sudah menelantarkan agama, menelantarkan ‘ummat Islaam, mencemarkan nama Islaam, dan berbagai macam kerusakan lainnya.
*      Syarat yang ketiga: tidak ada jalan lain lagi kecuali itu.
Maka kita tanyakan kepada mereka, “Mana jalannya Rasuulullaah shallaallaahu ‘alaihi wasallam? Beliau tidak menempuh pakai cara…, beliau tidak pernah mengadakan kudeta, atau berpolitik dengan para raja pada waktu itu. Yang ada, beliau mengirim nasehat. Hanya sekedar nasehat da’wah. Sedangkan ikut dalam hal-hal seperti itu (berpolitik), tidak ada. Beliau hanya membangun dengan da’wah. Oleh karena itu, inilah ciri yang sangat pokok, dan ini ciri dalam manhaj Salaf yang sangat membedakan. Dan ini pula yang dituntunkan oleh Rasuulullaah shallaallaahu ‘alaihi wasallam yang digambarkan dengan begitu jelasnya.
Karena itulah, ‘ummat Islaam HARUS memahami tentang hal ini. Cukupkanlah diri kita; jangan main ekspor, atau mengambil barang-barang dari Amerika lagi. Katanya ingin memutus produk Amerika??? Padahal produk Amerika masih banyak bertebaran di jalan-jalan. Demonstrasi adalah produk terbesar Amerika. Tapi nyatanya masih demo-demo juga. Berpartai itu produknya Amerika (asalnya dari sana). Tapi nyatanya masih berpartai juga. Katanya ingin memutus produk-produk Amerika??? Putus dulu yang itu (demonstrasi, berpartai –pent), baru putus yang lainnya. Amerika tidak rugi kalau diboikot makanannya saja. Apa ruginya Amerika kalau kalian berkoar-koar di jalan??? Kita memberikan bahaya, namun tetap saja dia menyerang. Wallaahul Musta’aan.
Wallaahu Ta'aalaa a'lam bishshawaab...
            (bersambung, insyaa Allaah).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar